titastory, Ambon – Dugaan penyimpangan anggaran ditubuh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Maluku kembali mencuat.
Di tengah semarak perayaan HUT ke-80 Provinsi Maluku, publik dikejutkan oleh temuan investigasi terkait 13 transaksi pencairan dana APBD 2025 senilai Rp9,2 miliar yang dilakukan tanpa Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang jelas. Dana tersebut justru diduga kuat digunakan untuk menutup kewajiban utang tahun anggaran 2024, di luar mekanisme resmi penganggaran.
Dokumen yang diperoleh redaksi mengungkap rincian alur pencairan dana melalui skema Uang Persediaan (UP), Ganti Uang (GU), dan Tambahan Uang (TU) dari Januari hingga Juli 2025 pada Disdikbud Maluku yang dipimpin James Leiwakabessy.

Adapun detail transaksinya meliputi :
- UP – Rp1 miliar (31 Januari 2025)
- GU I – Rp600 juta (18 Maret)
- GU II – Rp800 juta (11 April)
- GU III – Rp720 juta (6 Mei)
- GU IV – Rp600 juta (16 Mei)
- GU V – Rp600 juta (3 Juni)
- GU VI – Rp600 juta (16 Juni)
- TU I – Rp1,2 miliar (26 Juni – pengembangan karier pendidik SMK)
- GU VII – Rp600 juta (1 Juli)
- GU VIII – Rp600 juta (8 Juli)
- TU II – Rp260 juta (9 Juli – pembinaan kelembagaan SMK)
- TU III – Rp978 juta (9 Juli – pembinaan minat dan bakat siswa SLB)
- GU IX – Rp600 juta (pertengahan Juli)
Total pencairan sebanyak Rp9.2 Miliar tersebut, disebut-sebut mengalir untuk kebutuhan rutin, perjalanan dinas, serta pembayaran utang kegiatan Disdikbud tahun 2024 secara diam-diam, tanpa adanya pos belanja utang atau pihak ketiga pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) 2025.
“Intinya uang Rp9,2 miliar itu sudah cair dari kas daerah, tapi sampai sekarang SPJ-nya belum ada. Sebagian dananya dipakai diam-diam untuk bayar utang kegiatan tahun 2024. Padahal pos pembiayaan utang itu tidak ada dalam APBD 2025,” ungkap sumber internal, Selasa (18/8/2025).
Langkah ini dinilai sebagai praktik lama “tutup lubang pakai lubang baru”, meminjam kas daerah di akhir tahun, lalu menutupinya melalui pencairan awal tahun anggaran berikutnya. Padahal secara aturan, setiap kewajiban tahun anggaran sebelumnya harus dimasukkan sebagai belanja utang dalam APBD-P atau melalui mekanisme pergeseran DPA.
“Harusnya direvisi dulu DPA-nya dengan menambah pos utang. Tapi itu tidak dilakukan. Artinya, kegiatan apa yang dikorbankan demi membayar utang tahun 2024? Inilah pertanyaan besar publik,” tuturnya.
Skandal ini mencoreng janji reformasi birokrasi dan pengawasan keuangan ketat yang digaungkan Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa. Sebab alih-alih membaik, justru dugaan permainan anggaran di OPD-strategis seperti Disdikbud kian menjadi-jadi.
“Uangnya bukan kecil. Rp9,2 miliar bisa bangun ruang kelas, bantu sekolah terpencil, tapi dipakai tutup utang lama. Ini merampok APBD 2025 secara halus,” kecamnya.
Desakan agar Gubernur segera melakukan audit forensik, membekukan pencairan lanjutan, dan mencopot pejabat terkait, terus menguat. Jika tidak, publik khawatir pola serupa akan merembet ke OPD lainnya.
“Publik Maluku menunggu ketegasan Gubernur. Apakah berani bersihkan Disdikbud yang bermain anggaran, atau membiarkan pola lama terus terjadi?” tukas sumber.
Penulis : Christian.S